Read more: http://ariefbudiyantoo.blogspot.com/2013/02/cara-membuat-tulisan-berjalan-mengikuti.html#ixzz3aQuScUun

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 21 Mei 2015

ISIM FAIL,ISIM MAF’UL DAN SIFAT MUSYABBIHAT



PEMBAHASAN
                                    ISIM FAIL,ISIM MAF’UL DAN SIFAT MUSYABBIHAT
1)      Isim fail ialah: Isim musytaq yang dibentuk untuk menunjukkan arti orang yang berbuat atau orang yang melakukan pekerjaan. Adapun wazan-wazan untuk membentuk isim fa’il adalah sebagai berikut:
a) jika dari fiil tsulatsi mujarrod maka berwazan فاعل
     Contoh:كتب=كاتب   
Namun apabila ain fiilnya berupa alif maka alifnya harus diganti dengan hamzah
     Contohقال = قانل  باع  = بانع
Dan apabila Lam fiilnya berupa huruf illat maka lam fiilnya tersebut harus dibuang bila waktu rafa’ atau jar ,dan tetap apabila waktu nasab
     Contohدعي  = داع   داعيا  :
b) Jika terdiri dari ghoiru tsulasi mujarrod maka isim failnya terbentuk dari fiil mudhoriknya,hanya saja huruf mudhoriknya diganti dengan mim yang berharakat dhommah dan huruf sebelum akhir dibaca kasrah
     Contohدحرج  = يدحرج   مدحرج  
Namun apabila huruf sebelum akhir yang ada pada fiil mudhorik tersebut berupa alif maka cukup mengganti huruf mudhoriknya saja dengan mim yang berharakat dhommah
      Contoh:احتار  يحتار =  محتار  

2)      Isim maf’ul ialah: Isim musytaq  yang dibentuk dari fiil dan isim tersebut menunjukkan arti yang dijatuhi atau dikenai suatu pekerjaan
Contoh:منصؤر:
Adapun cara membuatnya adalah sebagai berikut:
a) Apabila dari fiil tsulasi mujarrod maka mengikuti wazan مفعؤل
    Contoh: كتب=مكتؤب
Namun apabila ain fillnya dari fiil mudhoriknya terdiri dari wawu atau ya’ maka isim maf’ulnya sama dengan fiil mudhoriknya,hanya saja huruf mudhoriknya diganti dengan huruf mim
Contohقال  يقول  = مقول  ::
Apabila ain fiilnya,fiil mudhorik terdiri dari alif maka alifnya harus diganti dengan aslinya
Contohخاف  يخاف  = محوف  :

Dan apabila lam fiilnya berupa huruf illat maka berlaku hukum i’lal padanya
Contoh:غزا  يغزو  =  مغزو
b) Apabila dari selain fiil tsulasi mujarrod maka isim maf’ulnya terbentuk dari fiil mudhoriknya.Yaitu dengan mengganti huruf mudhoroahnya pada mim yang berharakat dhommah dan huruf sebelum akhir dibaca fathah.
    Contohاخرج  = يخرج   مخرج :

3)Sifat Musyabbihat ialah: Sifat yang dibentuk untuk seseorang yang berbuat tetapi tidak dari segi pekerjaan namun ia merupakan sifat yang tetap.
Adapun wazan sifat musyabbihat itu pada umumnya ialah:
           
               a) Apabila fiilnya berwazan  فعِلmaka sifat musyabbihatnya adalah berwazan:
            1] فَعِلٌ  muannatsnya فَعِلَةٌَََ dan ini apabila menunjukkan arti susah atau senang
                 Contoh:   َفرِحٌ-  فَرْحٌ   فَرْحَةٌ    
            2] اَفْعَل muannatsnya فَعْلاَءُ  dan ini apabila menunjukkan arti warna atau cacat 
                 Contoh:حَمٍرَ – اَحْمَرُ  حَمْرَاءٌ
            3]فَعْلاَنٌ muannatsnyaفَعْلى  ini menunjukkan arti kosong atau penuh
                 Contoh :عَطٍشَ – عَطْشًانُ  عَطشى
            b) Apabila fiilnya berwazanفَعُلَ  maka sifat musyabbihatnya adalah berwazanفَُعُلٌ  فََعِيْلٌ فَعُؤْلٌ فَعَالٌ  فُعَالٌ فَعْلٌ فِعْلٌ فَعْلٌ فَعَلٌ              

             c) Apabila fiilnya berwazanفََعَلَ  maka sifat musyabbihatnyaفَيْعِلٌ
      Contoh:      ساد  =سيد  مات  =ميت
 
PENDAHULUAN

            Di dalam ilmu Shorof pembahasan mengenai isim yang dilihat dari segi susunannya, terdapat pembahasan mengenai isim Jamid dan isim Musytaq (seperti yang telah dibahas dalam materi sebelumnya). Kemudian, dalam pembagian macam-macam isim Musytaq terdapat beberapa macam bagian, yaitu; Isim fa’il, isim maf’ul, sifat Musyabihat bi ismil fa’il, isim tafdhil, isim zaman/makan, dan isim alat.
Dari sekian macam pembagian di dalam isim musytaq, di sini kami hanya akan membahas tentang isim fa’il, isim maf’ul, dan sifat musyabihat bi ismilfa’il. Kemudian, untuk pembahasan macam-macam kategori isim musytaq yang lainnya akan dibahas pada materi selanjutnya.
Adapun pembahasan dalam materi yang akan kami sampaikan, kami akan membahas tentang pengertian dan macam-macam wazan baik dari tsulasi, atau yang lainnya (isim fa’il, isim maf’ul, dan sifat musyabihat bi ismilfa’il).
           












PENUTUP

            Dari uraian dalam pembahasan kami tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa; Isim fail ialah Isim musytaq yang dibentuk untuk menunjukkan arti orang yang berbuat atau orang yang melakukan pekerjaan. Adapun wazan-wazan di dalam isim fa’il antara lain فاعل (fi’il tsulasi mujarrod), قال = قانل   (berupa bina’ ajwaf), دعي  = داع   داعيا   (apabila Lam fiilnya berupa huruf illat), دحرج  = يدحرج   مدحرج    (ghoirru tsulasi mujarrod), dan احتار  يحتار =  محتار
            Isim maf’ul ialah Isim musytaq  yang dibentuk dari fiil dan isim tersebut menunjukkan arti yang dijatuhi atau dikenai suatu pekerjaan. Adapun wazan-wazan di dalam isim maf’ul antara lain;  مفعؤل (fi’il tsulasi mujarrod), قال  يقول  = مقول (ain fill dari fiil mudhoriknya terdiri dari wawu atau ya’), خاف  يخاف  = محوف   (ain fiilnya dari fiil mudhoriknya terdiri dari alif), غزا  يغزو  =  مغزو (lam fiil dar fi’il madlinya berupa huruf illat), اخرج  = يخرج   مخرج (selain dari fi’il tsulasi mujarrod).
            Sifat musyabihat ialah Sifat yang dibentuk untuk seseorang yang berbuat tetapi tidak dari segi pekerjaan namun ia merupakan sifat yang tetap.Adapun wazan-wazan di dalam sifat musyabihat antara lain; فَعِلٌ, اَفْعَل, َعْلاَنٌ (dari fi’il wazan فعِل), فَُعُلٌ  فََعِيْلٌ فَعُؤْلٌ dll.

PERBEDAAN ANTAR ALIRAN: IMAN DAN KUFR



                       PERBEDAAN ANTAR ALIRAN: IMAN DAN KUFR
A. Pendahuluan
Persoalan yang pertama-tama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu pertama kali dimunculkan oleh kaum Khawarij ketika mencap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi saw yang dianggap telah berbuat dosa besar, antara lain Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sofyan, Abu Hasan al-Asy’ari, dan lain-lain. Masalah ini lalu dikembangkan oleh Khawarij dengan tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir.
Aliran lain seperti Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam masalah tersebut bahkan tidak jarang terdapat perbedaan pandangan di antara sesama pengikut masing-masing aliran.
Perbincangan konsep iman dan kufur menurut tiap-tiap aliran teologi Islam, seringkali lebih menitik beratkan pada satu aspek saja, yaitu iman atau kufur. Lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah.
B.Pembahasan
1. Konsep Iman dan Kufur
Perkataan iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tashdiq (membenarkan), dan kufur – juga dari bahasa Arab – berarti takdzib (mendustakan).
Menurut Hassan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teolog muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu:[1]
a)      Ma’rifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal).
b)      Amal, perbuatan baik dan buruk
c)      Iqrar, pengakuan secara lisan
d)     Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma’rifah bi al-qalb(mengetahui dengan hati)
                  Dan kemudian di dalam pembahasan ilmu tauhid/kalam, konsep iman dan kufur ini terpilih menjadi tiga pendapat[2]
      1. Iman adalah tashdiq di dalam hati dan kufur ialah mendustakan di dalam hati akan wujud Allah dan keberadaan nabi atau rasul Allah. Menurut konsep ini, iman dan kufur semata-mata urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tashdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah, ia sudah disebut beriman, sekalipun perbuatannya tidak sesuai dengan tuntunan ajaran agama.Konsep Iman seperti ini dianut oleh mazhab Murjiah, sebagaian penganut Jahmiah, dan sebagaian kecil Asy’ariah.
       2. Iman adalah tashdiq di dalam hati dan di ikrarkan dengan lidah. Dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang penting tashdiq dan ikrar.Konsep iman seperti ini dianut oleh sebagian pengikut Maturidiah
      3. Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan, konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia dengan iman. Karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.
2. Perbandingan Antar Aliran Mengenai Iman dan Kufur
Akibat dari perbedan pandangan mengenai unsur-unsur iman, maka timbulah aliran-aliran teologi yang mengemukakan persoalan siapa yang beriman dan siapa yang kafir. Adapun aliran-aliran tersebut adalah Khawarij, Murji’ah, Mu’tajilah, Asy’ariyah, Maturidiyah dan Ahlus Sunnah.
      1. Khawarij
Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya kepada Allah, mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Segala perbuatan yang berbau religius, termasuk di dalamnya masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan (al-amal juz’un al-iman).
Tegasnya sekalian orang mukmin yang berbuat dosa, baik besar maupun kecil, maka orang itu kafir, wajib diperangi dan boleh dibunuh, dirampas hartanya. Demikianlah menurut faham Khawarij.
Aliran Khwarij berpegang pada semboyan la hukma illa lillah menjadi asas bagi mereka dalam mengukur apakah seseorang masih mukmin atau sudah kafir. Asas itu membawa mereka kepada paham, setiap orang yang melakukan perbuataun dosa adalah kafir, karena tidak sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah. Dengan demikian, orang Islam yang berzina, membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah, memakan harta anak yatim, riba, dan dosa-dosa lainnya bukan lagi mukmin, ia telah kafir. Perbuatan dosa yang membawa kepada kafirnya seseorang menurut golongan ini terbatas pada dosa.
      2. Murji’ah
Aliran Murji’ah berpendapat, bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun soal dosa besar yang mereka lakukan ditunda penyelesaiannya pada hari kiamat. Mereka berpendapat bahwa iman hanya pengakuan dalam hati sehingga orang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar.
Berdasarkan pandangan mereka tentang iman, Abu-Hasan Al-Asy’ary mengklasifikasikan aliran teologi Murji’ah menjadi 12 subsekte, yaitu Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Asy-Syimriya, As-Saubaniyah, Ash-Salihiyah, AL-Yunusiyah, Asy-Syimriyah, As-Saubaniyah, An-Najjariyah, Al-Kailaniyah bin Syabib dan pengikutnya, Abu Hanifah dan pengikutnya, At-Tumaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karramiyah. Sementara itu, harun Nasution dan Abu Zahrah membedakan Murji’ah menjadi dua kelompok utama, yaitu Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah) dan Murji’ah ekstrim (Murji’ah Bid’ah)[3].
Namun kedua belas kelompok tersebut masing-masing memiliki pendapat mengenai Iman dan kufur. Dan aliran Mur’jiah ini kemudian berbeda anggapan tentang batasan kufur yang terpecah dalam tujuh kelompok.[4]
a). Kelompok pertama ini beranggapan bahwa kufur itu merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah swt. Adapun mereka yang beranggapan seperti ini ialah para pengikut kelompok Jahamiyyah.
b). Kelompok kedua ini beranggapan: kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, seperti tidak mengenal (Jahl) terhadap Allah swt, membenci dan sombong atas-Nya, mendustakan Allah dan rasul-Nya, menyepelekan Allah dan rasul-Nya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati ataupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun iman.
Mereka pun beranggapan bahwa sesorang yang membunuh ataupun hanya menyakiti nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti itu semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Begitupun seseorang yang meninggalkan kewajiban agama seperti halnya salah dengan tidak karena menghalalkannya, tetapi hanya karena meninggalkan salat itu semata, niscaya dia pun tidaklah disebut kufur.
Tetapi mereka beranggapan: kalau seseorang menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya dia pun disebut kufur. Begitupun kalau seseorang beritikad dengan itikad yang menurut kesepakatan segenap orang muslim merupakan suatu kekufuran, atau berbuat dengan perbuatan yang merupakan suatu kekufuran. Niscaya dia pun disebut sebagai orang kafir.
c. Kelompok ketiga ini tidak dijelaskan.
d. Kelompok keempat itu beranggapan: Kufur terhadap Allah itu mendustakan-Nya, membangkang terhadap-Nya dan mengingkari-Nya secara lisan. Karena itu tidaklah kekufuran, kecuali dengan lisan dan bukan dengan selainnya. Adapun anggapan ini dikemukakan oleh Muhammad ibn karam dan para pengikutnya.
e. Kelompok kelima ini beranggapan: kufur itu membangkang melawan dan mengingkari Allah, baik sepenuh hati ataupun secara lisan.
f. Kelompok keenam ini ialah para pengikut Abu Syamr, dimana anggapan-anggapan mereka tentang kufur ini telah di kemukakan dalam uraian yang terdahulu, yang menyangkut anggapannya tentang tauhid dan qadar.
g. Kelompok ketujuh ini ialah para pengikut Muhammad ibn Syabib di mana anggapan-anggapan mereka tentang kufur ini pun telah dikemukakan dalam uraian yang terdahulu, yang menyangkut anggapannya tentang iman.
Adapun kebanyakan pengikut aliran Murji’ah tidak mengkufurkan seseorang yang mentakwilkan Al-Quran, bahkan tidak pula mengkufurkan siapa pun selain yang kekufurannya itu telah disepakati orang-orang muslim.
       3. Mu’tazilah
Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin. Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajiban kepada Tuhan.
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.
Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama-lamanya, tetapi nerakanya agak dingin tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak masuk surga. Jelasnya menurut kaum Mutazilah, orang mu’min yang berbuat dosa besar dan mati sebelum tobat, maka menempati tempat diantara dua tempat, yakni antara neraka dan surga (manzilah bainal manzilataini).
       4. Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah – yang muncul sebagai reaksi terhadap kekerasan Mu’tazilah memaksakan paham khalq al-Quran – banyak membicarakan persoalan iman dan kufur. Manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu, bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerimanya sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu, iman bagi mereka adalah tashdiq. Pendapat ini berbeda dengan kaum Khawarij dan Mu’tajilah tapi dekat dengan kaum Jabariyah.
Tasdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan dalam hati yang mengandung ma’rifah terhadap Allah (qaulun bi al-nafs ya tadhammanu ma’rifatullah).
Mengenai penuturan dengan lidah (iqrar bi al-lisan) merupakan syarat iman, tetapi tidak termasuk hakikat iman yaitu tashdiq . argumentasi mereka istilah al-nahl, ayat 106.
من كفر بالله من بعد أيمانه الأمن أكره و قلبه مطمئن بالإيمان
Seseorang yang menuturkan kekafirannya dengan lidah dalam keadaan terpaksa, sedangkan hatinya tetap membenarkan Tuhan dan rasul-Nya, ia tetap dipandang mukmin. Karena pernyataan lidah itu bukan iman tapi amal yang berada di luar juzu’iman. Seseorang yang berdosa besar tetap mukmin karena iman tetap berada dalam hatinya.
      5. Al-Maturidiyah
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Pengertian ini dikemukakan oleh Al-Maturidi sebagai bantahan terhadap al-Karamiyah, salah satu subsekte Murji’ah. Ia berargumentasi dengan ayat al-Quran surat al-Hujurat 14.[5]
                  Ayat tersebut dipahami al-Maturidi sebagai suatu penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya, tashdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, Al-Maturidi mendasari pandangannya pada dalil naqli surat Al-Baqarah ayat 260. Pada surat Al-Baqarah tersebut dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan orang yang sudah mati. Permintaan Ibrahim tersebut, lanjut Al-maturidi, tidaklah berarti bahwa Ibrahim belum beriman. Akan tetapi, Ibrahim mengharapkan agar iman yang telah dimilikinya dapat meningkat menjadi iman hasil ma’rifah. Jadi, menurut Al-Maturidi, iman adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah. Meskipun demikian, ma’rifah menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab kehadiran iman. Adapun pengertian iman menurut Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh Al-Bazdawi, adalah tashdiq bi al qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang dimaksud demgan tashdiq al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran Islam secara verbal. Pendapat ini tampaknya tidak banyak berbeda dengan Asy’ariyah, yaitu sama-sama menempatkan tashdiq sebagai unsur esensial dari keimanan walaupun dengan pengungkapan yang berbeda.
6. Menurut Ahlussunnah, Iman ialah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.[6]
Orang mukmin yang melakukan dosa besar dan mati sebelum tobat, maka orang itu tetap mukmin. Bila orang itu tidak mendapat ampunan dari Allah dan tidak pula mendapat syafa’at Nabi Muhammad saw untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt maka orang itu dimasukkan ke neraka buat sementara, kemudian dikeluarkan dari neraka untuk dimasukkan ke surga.
Orang mukmin bisa menjadi kafir (murtad), karena mengingkari rukun iman yang enam, misalnya: ragu-ragu atas adanya Tuhan, menyembah kepada makhluk, menuduh kafir kepada orang Islam.

C. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dalam konsep Iman dan kufur terdapat perbedaan pendapat diantara aliran-aliran teologi Islam. Seperti yang dikemukakan aliran khawarij bahwa segala sesuatu yang berhubungan atau berbau religious adalah bagian dari iman, sehingga apabila orang melakukan dosa baik itu dosa besar maupun kecil maka dia disebut kafir. Berbeda halnya dengan aliran Murji’ah mereka berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun soal dosa mereka di tunda penyelesaiannya diakhirat. Hal ini karena mereka beranggapan bahwa iman hanya pengakuan dalam hati.
Aliran Mu’tazilah berpendapat bahwa jika seorang mukmin berbuat dosa besar dan kemudian meninggal sebelum bertobat disebut fasiq. Dan diakhirat kelak menempati tempat diantara surga dan neraka. Aliran Asy’ariyah dan Maturidiyyah beranggapan bahwa iman tidak hanya diungkapkan dengan lisan tetapi juga harus diyakini di dalam hati sehingga jika ada seseorang yang mengaku kafir, namun hatinya tetap beriman maka ia tetap dianggap sebagai mukmin. Sedangkan aliran Ahlussunnah berpendapat  bahwa iman itu mengikrarkan dengan lisan, meyakini dalam hati dan mengerjakan dengan anggota.






DAFTAR PUSTAKA.
Rosihan Anwar, Abdul Rozak.2009. Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia,)
 Asmuni Yusran.1998. Ilmu Tauhid. (Jakarta: PT. Raja Grafindo)
Moh. Rifa’i, Abdul Aziz.1994. Pelajaran Ilmu Kalam. (Semarang: CV Wicaksana,
Rahman Refonga.1996. Sejarah Pemikiran dalam Islam Theologi/Ilmu Kalam,          .........(Jakarta: PT. Pustaka Setia)



[1]Dr.Abdul Rozak, M.Ag. dan Dr.Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Kalam,(Bandung: Pustaka Setia, 2009)hal141
[2].Drs.H.M.Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,(Jakarta:Raja Grafindo, 1998),hal 157
[3] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, ilmu kalam, hal144
[4] Moh. Rifa’i, Abdul Aziz, Pelajaran Ilmu Kalam, (Semarang: CV Wicaksana, 1994)

[5] Dr. Abdul Razak dan RosihonAnwar, hal149
[6] Rahman Refonga, Sejarah Pemikiran dalam Islam Theologi/Ilmu Kalam, (Jakarta: PT. Pustaka Setia, 1996)

 
Selamat datang di blog HIMAPRO BSA