Sya’ir
Umru al-qais
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Karya
sastra sudah diciptakan orang jauh sebelum orang memikirkan apa hakikat sastra
dan apa nilai makna yang terkandung didalamnya. Sebaliknya, penelitian terhadap
sastra baru baru dimulai sesudah orang bertanya apa dan dimana nilai dan makna
karya sastra yang dihadapinya, dewasa ini, kita sebagai mahasiswa sastra
seyogyanya menyadari bahwa karya sastra adalah karya yang sarat akan makna,
memang harus dipahami agar dapat mengetahui kandungan artinya. Disini metode
memahami karya sastra salah satunya yang berupa puisi dan imajinasinya tentu
diperlukan.
Puisi
mengandung nilai keindahan penuh makna, sebagai bentuk ekspresi tentang sebuah
pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang panca indra dalam lekukan
irama, serta dapat diartikan sebagai interpretasi atau wujud pengalaman manusia
yang diubah menjadi lebih berkesan, puisi mampu membawa kita pada
pencampuradukan emosi, kita bahkan bisa dibuatnya menangis, tertawa, tersenyum
bahkan marah.
Disamping
puisi ada juga imajinasi, tau daya khayal. Dengan berimajinasi seseorang dapat
merangkai puisi dengan sempurna.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Kehiduapan Umruu al-Qais ?
2. Bagaiman
karakteristik karya sastra Umruu al-Qais?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui
Kehiduapan Umruu al-Qais ?
2. Untuk mengetahui
karakteristik karya sastra Umruu al-Qais?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kehidupan Umruul al-Qais
Umruu al-Qois adalah penyair dari zaman jahiliyyah, nama
aslinya adalah Hunduj bin Hujr bin al-Harits bin Amr bin Hujr bin Amr. Penyair
ini berasal dari suku Kindah yang pernah berkuasa di yaman. Karena itu penyair ini dikenal dengan penyair Yaman
(Hadramaut). Berlakob umruul al-Qais yang berarti laki-laki keras dan
Raja addlillil karena hidup jauh dari ayah dan keluargnya serta dia juga punya
julukan Dzil Quruh karena luka luka yang dideritanya sebelum mati.
Umruu al-Qais adalah seorang anak dari seorang raja
yaman bernama Hujur Al-kindy dan ibunya Fatimah binti Rabia’ah saudara Kulaib Tghlibiyah seorang perwira Arab yang amat
terkenal dalam peperangan Al Basus[1].
Dari segi nasab
tersebut , sangat berpengaruh terhadap kepribadian penyair Yaman ini. Sejak
kecil penyair ini dibesarkan di Nejed. Di tengah-tengah Bani Asad. Ia hidup
dalam kalangan keluarga bangsawan yang gemar berfoya-foya. Kehidupannya sebagai
anak seorang raja sangat berpengaruh sekali dalam pembentukan kepribadiannya.
Ia memiliki kebiasaan bermain cinta , bermabuk-mabukan, dan melupakan segala
kewajiban sebagai anak raja yang seharusnya pandai mawas diri dan berlatih
untuk memimpin masyarakat.ia kerap kali dimarahi oleh ayahnya dan akhirnya
diusir dari istana.
Selama masa pembuangan
, Umruu Al-Qais bergabung dengan para penyamun, preman / brandalan , serta
tunawisma arab yang sebaya dengannya. Ia mengembara ke sebagian besar daerah
jazirah arab untuk menghabiskan waktunya bersama masyarakat Badui. Masa
pengembaraan penyair ini berlangsung cukup lama[2].
Dan pengalaman pengembaraannya itu kelak membawa pengaruh yang amat kuat pada
puisi-puisinya. . puisi Umru’ Al-Qais memiliki nilai lebih, baik dari keindahan
maupun sistematika bahasa dibandingkan dengan penyair lain yang tidak banyak
berkelana.
Kebiasaan buruk Umruu Al-Qais tidak juga
hilang neskipun dalam masa pembangunan. Suatu hari , ketika ia sedang berada di
salah satu warung minuman dan hiburan di Dammun, datang seorang kurir menyampaikan
berita mengenai kematian orang tuanya yang terbunuh di tangan kabilah Bani
Asad. Mendengar berita itu tidak membuatnya terkejut dan menuntut balas, dan
berita itu tidak disambut baik bahkan bermalas-malasan ia berkata :
" ضيعني صغيرا, وحملني دمه كبيرا,لا صحو اليوم
,ولاسكرغدا,اليوم خمر,وغدا أمر "
“ Dulu , sewaktu
aku kecil , aku di buang , dan kini setelah aku dewasa, aku dibebani dengan
darahnya,biarkan saja urusan itu, sekarang waktunya untukbermabuk-mabukan, dan
esok barulah waktu untuk menuntut darahnya”[3].
Esok harinya Ia
berangkat menuju ke Nejad untuk menuntut balas kematiaan orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya
itu Umruu al-Qais terpaksa meminta bantuaan kekabilah-kabilah Arab yang masih
famili, kabilah Taglib dan Baka. Sehingga pertempuran iniberkecamuk
lama dan akhirnya pasukanya dapat membunuh sebagian besar pasukan
Bani Asad. Ketika Umruu al-Qais menginginkan kemenangan lebih, para sekutunya
mulai meninggalkannya. Bani Asad meminta bantuan Kaisar Anwa Sirwan (Raja
Persia), sehingga tentara Qais kacau balau. Qais kemudian meminta bantuan
kesana kemari. Kepada Samuel ibn Adi pemimpin kabilah Yahudi, dan menitipkan
harta dan pasukannya, kemudian ia melarikan diri menuju kerajaan Romawi
Timur (Byzantium) di Turki. Di tengah perjalanan, penyair itu terbunuh oleh
musuhnya dan di makamkan di kota Angkara, Turki, dan tidak diketahui secara
pasti tahun berapa ia terbunuh, diperkirakan kurang lebih 82 tahun sebeum
Hijriyyah atau 530-540 Masehi.
B.
Karya Sastra Umruu al-Qais
Sebagian
besar ahli sastra arab berpendapat bahwa diantara puisi-puisa al-Mu’allaqat ,
puisa Umru’ Al-Qais merupakan puisi yang paling terkenal dan menduduki posisi
penting dalam khazanah kesusastraan arab jahiliyyah. Mu’allaqat
Umru’ Al-Qais merupakan peninggalan yang paling monumental yang mempunyai
peranan penting dalam perkembangan kesusastraan Arab pada masa-masa
selanjutnya. Puisi – puisinya seringkali dipakai sebagain referensi dalam
kajian ilmu-ilmu bahasa Arab {nahwu,shorof maupun balaghah }.
Keistimewaan puisi-puisinya antara lain :
a.
Kekuatan daya khayalnya dan
pengalaman dalam pengembaraannya
b.
Bahasa yang digunakan sangat
tinggi dan isinya padat
c.
Bait-bait puisinya menggambarkan
cerita yang panjang, satu bait puisinya memiliki tujuan yang sangat banyak.
d.
Keindahan yang terletak pada
caranya yang halus dalam puisi ghazalnya
e.
Ditambah dengan gaya
isti’arah(kata-kata kiasan dan perumpamaaan)
Umru’ al-Qais juga dianggap sebagai orang pertama yang menciptakan cara
menarik perhatian dengan cara istifakus-shahby, cara seperti ini sangat menarik
bila digunakan dalam puisi ghazal dan tasybib (cara untuk merayu wanita), dan
cara seperti itulah yang amat digemari penyair Arab untuk membuka kasidahnya
untuk menarik perhatian orang. Ia juga dianggap sebagai penyair pertama dalam
mensifati kecantikan seorang wanita dengan mengumpamakannya seperti seekor
kijang yang panjang lehernya , karena seorang wanita yang panjang lehernya
menandakan sebagai seorang wanita yang cantik.
Beberapa tema bait-bait puisinya yang terkumpul dalam kasidah
mu’allaqatnya ,antara lain :
a)
Mengenai perpisahan seorang
sahabat
b)
Mengenai hari daratul jaljal
sebagai cerminan kisah romantis
c)
Mengenai senda gurau yang di
ibaratkan pertarungan dengan seorang pelacur
d)
Mengenai do’a untuk kekasihnya
Unaizah ,sebagai persembahan cinta yang sejati
e)
Mengenai pertarungan untuk
merebut idaman hati
f)
Menggambarkan malam dan
waktu-waktu yang dilaluinya, serta kejadian-kejadian yang dialaminya
g)
Mengenai penderitaan akan
kegagalan
h)
Mengenai simbiolisasi kuda dengan
kecepatan yang luar biasa
i)
Mengenai pengibaratan pemimpin
suku Badui dengan kilat dan hujan , sedangkan pengikutnya dengan jurang yang
dalam dan pegunungan yang tinggi.
Walaupun pemakaian kata-kata kiasan ,
pengibaran dengan alam, dan simbiolisasinya, tidak hanya didominasi oleh puisi
Umruu al-Qais tetapi dilakukan oleh penyair lain. Akan tetapi, para ahli puisi
arab berpendapat bahwa ialah orang pertama kali menciptakan puisi-puisi
controversial pada zamannya, dan tidak jarang kata-kata yang bernada sinisme
juga dipakai o;eh Umruu al-Qais dalam puisi-puisinya.
Puisi umruul al- qais
banyak yang hilang, yang tersisah hanya sebagian kecil yang terselamatkan,
yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah di cetak pertama di
Paris tahun 1838, cetakan kedua di
lengkapi dengan penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865, cetakan ketiga 1890 di
Mesir, cetakan terakhir di terjemahkan di dalam bahasa latin dan bahasa Jerman
dengan tiga puisinya yang terkenal[4].
قِفاَ نَبكِ من ذِكرى حَبِيبٍ و مَنزِلٍ * بِسِقطِ
اللوَى بينَ الدخُول فَحَومل
الاعِمْ صَباحاً ايُّها الطّللٌ البالى *
وَهلْ
يَعِمَنْ مَنْ كانَ في العُصرِ الخالى
خَليْليَّ مُرًّ بينَ على أُمِّ
جُنْدُبٍ * لِتَقضَى
لباناتِ القُؤاد المُعَدَّبِ
“Marilah kita berhenti
sejenak, dan meratapi kekasih di daerah Syiqtulliwa, yaitu kota yang terletak
antara kota Dakhul dan Haula. Karena kota tersebut dalam benakku mengandung
makna khusus untuk mengenang peristiwa penting dan kenangan abadi yang terjadi
antara saya dan kekasih saya.
Hai tempat yang dahulu,
lamakah masa pagimu, apakah si penghuni sekarang juga masih tetap seperti
penghuni dahulu sebagaimana saya ketahui itu.
Kekasihku dulu bernama
Umi Jundub, marilah kita semua berhenti sejenak di bekas tempat tinggalnya itu
sebagai pelipur lara dan penghibur hatiku yang sedang duka.”
Ghazal tersebut diatas adalah mempunyai gaya bahasa
yang tersendiri, dan gaya bahasa tersebut juga sudah biasa dipakai
penyair-penyair kita yang terkemudian. Yaitu gaya bahasa dengan mengenang kisah
cinta abadi yang masih dirasakan keindahannya oleh penyair dan kekasihnya (
Unaizah atau Fathimah ) di samping itu, penyair juga menentukan bahwa dirinya
mengenal dan mendalami kejiwaan wanita. Kadang – kadang Umruu al-Qais juga
mengenang keindahan wanita bersama dengan mengenang kenikmatan harta benda dan
kekayaan sebagai seorang putra raja[5].
Kadang
– kadang ia mengungkapkan puisi ghazal bersamaan dengan mengungkap tujuan lain,
misalnya : memanggil seseorang, meratapi seseorang, mengharapkan seseorang,
merasakan kehinaan dan merasakan keluhuran sebagaimana ungkapannya.:
أَفاَطِمُ مَهْلاً بَعْدَ هذاالتَّذَلُّل * وَإِنْ
كُنْتِ قَدْ أزْمَعْتِ صَرْمى فأَجْمِلىْ
أغُرُّكِ مِنِّى أنَّ حُبّك قَاتِلِىْ * وَإنّكَ
مَهْماَتأمُرِىْ القَلبَ يَفعَلِ
“Hai Fathimah,
tunggulah sebentar, coba dengarkanlah kata-kata ini, apakah kau akan memutuskan
cintaku ini, setelah kau mencintaiku dengan sepenuh hati?
Apakah kau merasa
tertipu dengan cinta yang kuberikan kepadamu itu? Itulah yang menyebabkan
hatiku gundah dan putus harapan, katakanlah dengan terus terang wahai
kekasihku, apakah dinda merasa tertipu?”
Ada
lagi puisi Umruu al-Qais yang sudah diabadikan yang disebut Mu’allaqat, yaitu
dia mengungkapkan kegelapan malam dan keindahan kudanya:
وَلَّيلِ كَمَوْجِ البَحْرِ أرْخَى سُدُوْلهُ * عَلَيَّ
بِأَنْواعِ الهُمُوْمِ لِتَبْتَلى
فَقُلت لهُ لَمّاَ تَمَطَّى
بصلّبهِ * وَأرْدَفَ
إعْجازاً وَناَءَ بكَلّكَلِ
ألاأيُّهاَ اللّيْلُ الطويلُ
ألاَانجَل * بصبحِ
وَماَ الإصباحُ مِنْكَ بأمْثلِ
فَياَلكَ
مِنْ لَيْلٍ كَأَنَّ
نُجُوْمَهُ * بكُلِّ
مَغاَرِالفتلِ شُدَّتْ بيَذْبَلِ
Artinya : “Malam
bagaikan debur ombak lautan yang menggelarkan airnya, saya merasakan musibah
beban saya yang makin berat, terus-menerus dan bertubi-tubi tanpa
henti-hentinya, apakah dengan musibah itu saya masih bisa menunjukkan kesabaran
atau saya malah tidak tabah bahkan selalu ketakutan?
Setelah saya
memperkirakan bahwa beban musibah itu hampir usai, namun perkiraan saya itu
meleset, jadi musibah bukan usai tetapi malah makin menjadi-jadi dan sayapun
makin terseok-seok kepenatan.
Oleh karena itu, maka
saya katakan pada malam yang gelap, “Hai malam percepatlah perjalananmu segera
selesaikan tugasmu, agar kegelapanmu cepat hilang, dan beban pikiranku yang
kacau balau cepat berganti dengan kejernihan dan keindahan sinar pagi. Saya
mengira pagi lebih baik daripada kegelapan malam.
Namun ternyata
perkiraanku meleset juga, sinar pagipun tidak membawa kecerahan, ketenangan,
dan keamanan, kedukaanku terus bertambah siang dan malam.[6]”
Sebenarnya
penyair ini akan mengutarakan betapa malang nasibnya. Dimana keresahan hatinya
akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada saat itu dia merasakan
seolah-olah malam itu sangat panjang sekali. Sehingga ia mengharapkan
waktu pagi hari segera tiba, agar keresahannya akan berkurang, namun keresahan
itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Contoh diatas merupakan
bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam menggambarkan sesuatu keadaan.
Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi adanya. Contoh
diatas memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan
gambaran yang sangat besar akan keresahan yang melandanya dan
dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari
keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti
bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di
malam hari yang segelap lautan[7].
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Umruu
al-Qais berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah berkuasa penuh
di Yaman. Karena itu Umruu al-Qais lebih dikenal sebagai penyair Yaman dan
Hadramaut. Ditinjau dari segi nasab, penyair ini sangat berpengaruh
terhadap kepribadiannya.
Sejak
kecil ia dibesarkan di Nejad, di tengah-tengah Bani Asad. Di lingkungan
keluarga bangsawan kaya raya yang suka berfoya-foya. Selain itu ia juga
mempunyai beberapa kebiasaan buruk lainnya seperti mabuk-mabukan dan bermain
perempuan, hingga ia melalaikan kewajibannya sebagai putra mahkota untuk
menjaga nama baik kerajaan dan berlatih memimpin masyarakat. Ia kerap kali
dimarahi oleh ayahnya, bahkan akhirnya ia diusir dari istana.
Banyak
pengalaman-pengalaman yang begitu mempengaruhi karya sastranya. Pengalaman
disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas
cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya
runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kematian ayahnya.
Beberapa
puisi Umruu al-Qais banyak yang hilang, dan yang tersisa hanya sebagian kecil
yang terselamatkan, yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah
dicetak pertama di Paris tahun 1838, cetakan kedua dilengkapi dengan
penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865, cetakan ketiga yaitu pada tahun 1890
di Mesir. Cetakan terakhir diterjemahkan kedalam bahasa latin dan bahasa Jerman
dengan 3 puisinya yang terkenal sebagaimana telah disebutkan dalam
pembahasan.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Asytar, M. Shabri. 1994. Al-‘Ashru al-Jahily al-Adab wa al-Nushush-Mu’allaqot.
Jamiah Halb Kulliah al-Lughah
Qutaibah, Ibnu. Al-Bayan Wa al-Tahyin. Kairo: Dar al Ma’arif
Al-Ali, Abd. Dan
Nu’aim, Ali. 1987. Masyhir al-Syu’ara.
Beirut: Dar al-Fikr
Dahlan, Juwairiyah.
2009. Sejarah Sastra Arab Masa Jahili. Surabaya: Jauhar
Wargadinata, H. Wildana.2008.Sastra Arab Lintas
Budaya .Malang: UIN malang Press.
Mohon maaf, minta izin untuk mengutip salah satu syairnya. terima kasih banyak.. jajakumullahu khoiron
BalasHapus